Kamis, 08 November 2012
Pemain Bola Palestina Tetap Berjihad dan Menghafal Al Qur’an
Di tengah konflik berkepanjangan di Palestina ternyata para pemuda
Muslimnya dapat menyempatkan diri untuk menikmati bermain sepak bola. Bahkan,
ada yang menjadi prestasi hingga tingkat internasional. Pertanyaannya apakah
permainan tersebut merusak prinsip Aqidah dan manhaj pemuda
Palestina?
Alhamdulillah, redaksi arrahmah.com berkesempatan
bertemu dengan Imam Masjid Gaza sekaligus dosen dari Universitas Islam Gaza,
Syaikh Mahmud Hashem Anbar dan Syaikh Hani Rafiq Hameed Awwad. Keduanya akan
menghadiri Konferensi Internasional Al Quds dan Palestina yang akan berlangsung
di Bandung pada 4-5 Juli 2012.
Syaikh
Hani menjelaskan, pada dasarnya Islam tidak melarang secara khusus bermain
sepak bola, bahkan Islam mengajarkan bagaimana seorang Muslim yang kuat itu
lebih baik daripada muslim yang lemah seperti dengan menganjurkan seorang
Muslim berlatih berkuda, berenang, memanah, dan bergulat. “Hanya saja kita
perlu mengatur waktu, agar suatu olah raga tidak mengganggu hal yang lainnya,”
kata dosen jurusan Hukum di Universitas Islam Gaza ini, Jakarta, Senin (11/6).
Lanjutnya,
di Gaza sendiri masyarakat banyak yang menyukai olahraga, termasuk sepak bola.
Namun aktifitas tersebut alhamdulillah tidak menggangu para pemuda untuk
menjalankan kewajiban mereka menimba ilmu agama. Para pemuda di sana tetap
menjadi penghafal al Qur’an dan terlibat dalam aktifitas perjuangan melawan
Israel.
“Bahkan,
salah seorang tawanan Palestina di penjara Israel adalah seorang pemain bola
berprestasi, tetapi dia juga orang yang berribath (menjaga
perbatasan dalam rangka berjihad), dia juga penghafal al-Qur’an,” papar Syaikh
Hani.
Lebih
dari itu, Palestina mempunyai dua orang pemain bola internasional yang
berprestasi yaitu Ahmad Kaskas dan Mahmud Zirziq yang pernah bermain di
Barcelona bersama Messi. “Mereka ini adalah aktifis masjid dan hafal Qur’an 30
juz, Ahmad Kaskas saya sendiri yang mendidiknya ilmu agama di masjid,” ungkap
Syaikh Hani.
Sementara
itu , Syaikh Mahmud turut menjelaskan bahwa memang di dalam protokol Zionis
disebutkan di dalamnya bahwa sepak bola harus menjadi alat untuk menyibukkan
para pemuda, sehingga mereka lupa dengan agamanya.
“Namun,
di Gaza kami sudah menyadarinya. Alhamdulillah hingga saat ini, di Gaza tidak
terlalu mengkhawatirkan, karena di sana para pemuda tetap banyak memenuhi
masjid untuk belajar agama dan menghafal al-Qur’an,” ujar dosen jurusan Tafsir
dan Sunnah Universitas Islam Gaza ini.
Pria
yang merupakan imam dan khatib Departemen Wakaf Gaza ini menjelaskan pula,
perihal pertandingan yang beberapa kali diadakan dengan Indonesia,
menurutnya hal tersebut positif saja, sebagai penguat hubungan baik dengan
Indonesia.
“Kekhawatiran
anak-anak dan pemuda Palestina untuk meninggalkan ghiroh Jihad
dan mengganti idolanya kepada pemain bola Insya Allah tidak terjadi. Karena
kami terus mengawal mereka untuk mencintai para pejuang dan Syuhada,” jelas
Syaikh Mahmud.
Sumber: arrahmah.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar